Bima, JeratNTB – Gelindingnya kasus operasi tangkap tangan (OTT) dana Tray Out hingga kini mencuat ke permukaan dengan populisnya nama Kabid Dikdas Dinas Pendidikan kabupaten Bima pasca penetapannya sebagai tersangka, yang kemudian menjadi perbincangan publik sehingga pro kontra mewarnai peristiwa OTT ini.
Reaksi publik atas sejarah ini beragam, melalui status facebook hingga dalam bentuk narasi seperti yang disampaikan A Heris, SH salah satu tokoh muda kabupaten Bima.
Dalam rilisnya mantan calon anggota legislatif dapil I kabupaten Bima ini mengungkapkan, “Yang terjaring OTT tim Saber pungli pada pertengahan Tahun silam bukan Kabid Dikdas, yang terjaring saat itu salah satu oknum KUPT dengan total dana 42 juta.” Ucapnya.
Yang kemudian hanya barang bukti
berupa uang 42 juta disita, sementara pelaku
dilepas alias tidak dinyatakan sebagai TSK dan atau belum TSK saat itu, padahal OTT selalu
ada TSK sesaat setelah diperiksa.
Menurut Heris Ompu Kapa’a (biasa disapa-red) Penggunaan dana BOS
untuk kepentingan pra ujian dengan maksud peningkatan
kualitas mutu siswa adalah LEGAL. Penggunaan dana BOS adalah domain sekolah
atas persetujuan komite sekolah dengan ketentuan dana BOS
tersebut telah dianggarkan dalam RKK Sekolah pada Tahun anggaran yang berjalan.
Lalu dimana unsur pidana korupsinya?
Bila gelar perkara penyidik
menyimpulkan ada unsur korupsi, pada unsur mana pidana korupsinya terpenuhi?
Suapkah? Grafifikasikah? Penyalahgunaan kewenangannya? Memperkaya diri
sendirinya?
Padahal penggunaan dana BOS
untuk pra ujian sekolah sah dan dibenarkan oleh aturan.
Apakah Kabid Diknas bisa
intervensi penggunaan dana BOS? Jelas tidak bisa! Kenapa Kabid Dikdas TSK?
Padahal secara hirarkis dan secara manajemen tidak tersangkut paut dengan penggunaan dana
BOS.
Apakah Kabid Diknas yang di
OTT? Ternyata juga bukan. Suatu keanehan hukum menampar wibawa penyidik dan
institusi dimana penyidik itu bertugas.
Penyidik tidak punya
kewenangan menyimpulkan terjadi kerugiaan negara manakala tidak didahului oleh
hasil audit BPK maupun audit internal melalui inspektorat.
Semoga penyidik dan penegak
hukum bertindak cerdas dan hati-hati. Tapi kita wajib dorong kepolisian untuk ungkap kasus apapun
secara terang dan benderang melalui
serangkain metode penyelidik yang menyeluruh dan akurat.
Sekarang Kabid Dikdas sudah dinyatakan TSK, itu juga wewenang
penyidik. Manakala ada unsur kelalaian yang menyebabkan kesalahan menetapkan
status TSK seseorang, maka Penyidik harus berjiwa besar mengeluarkan SP3. Toh
juga mustahil kasus berlanjut manakala syarat formil dan syarat materil
penetapan seseorang TKS tidak terpenuhi.
Di Jaksa pasti terpental
berkas pemeriksaan penyidik jika dalam resume penyidik tidak mampu menerangkan
secara detail dengan alasan hukum yang jernih atas penjelasan unsur-unsur
penerapan pasal yang disangkakan.
[jr]