Puncak Claim Tanah Rontu, Diduga Adi Mahyudi Ajukan Gugatan Pidana

Bima, Jeratntb.com – Kasus sengketa tanah di So Ronto, Desa Tangga Baru, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, kini masih menjadi polemik, pasalnya saling klaim antara pihak Ady Mahyudi dengan warga setempat.

Ady Mahyudi mantan anggota DPRD Provinsi NTB mengklaim sebagai pemilik sertifikat atas kepemilikan tanah tersebut, sedangkan warga setempat telah menguasai lahan secara fisik sejak turun temurun.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh salah seorang pemilik lahan, H. Fuad (68) warga Dusun Tanjung Baru, Desa Tangga Baru.

Dikatakannya, sejak tahun 1966 pada masa orde baru, sebagian besar warga Desa Tangga, Kecamatan Monta, melakukan transmigrasi lokal di wilayah So Rontu, saat itu sebelum dilakukan pemekaran dan masih menjadi wilayah Desa Sondo.

“Kami malakukan pembabakan dan membersihkan lahan, selama proses itu ada yang langsung menetap disini dan ada juga yang tidak menetap” ungkap H. Fuad melalui media ini, Sabtu (3/12).

Transmigrasi atau swadaya lahan, itu atas perintah Bupati pada masa Kepemimpinan Bupati H. Muhammad Tohir, kemudian menyusul Surat Keputusan (SK) Bupati pada tahun 1969, dengan luas tanah 100 hektar.

“Bupati langsung menunjukkan lahan tersebut guna transmigrasi lokal, baru kemudian menerbitkan SK,” terangnya.

SK pun dikeluarkan sejak kepemimpinan H. Sidik (Abu jenggo) selaku Camat Monta, dan H. Gani Maskur selaku pejabat BPH, dan sampai sekarang kami masih menguasai tanah ini,” bebernya.

Penguasaan dan kepemilikan lahan sampai sekarang pun tidak pernah dialihkan, dengan luas tanah milik mereka 48 hektar.

H. Fuad mengakui, pengukuran pertama kali dilakukan oleh Kepada Desa setempat, Syamsuddin Ibrahim beserta Stafnya, dan proses pengukuran menggunakan meteran biasa,” namun sempat ditegur oleh warga yang menggarap lahan di tempat itu,” ucapnya.

Warga pun mempertanyakan apa yang menjadi alasan sehingga dilakukan pengukuran, kemudian oleh Kepala Desa menjawab,” guna meketahui luas tanah yang sebenarnya yang dikerjakan oleh kamu sekalian,” kutip H. Fuad.

Pada tahap berikutnya, petugas dari pertanahan ke lokasi dan melakukan pengukuran dengan membawa peralatan lengkap.

Dengan adanya pengukuran itu, kembali warga melakukan protes, semenjak itu pula timbul persolan lahan di So Rontu,”karena masyarakat merasa dirugikan, dan tetap mempertahankan tanahnya sampai saat ini,” tegasnya.

Semantara, M. Natsir atau yang akrab disapa Rian (43) warga Desa Tangga, Ia mengaku tahu persis silsilah kepemilikan lahan, dirinya juga mengaku masih ada hubungan keluarga atas kepemilikan lahan tersebut.

Dia meceritakan, ada empat orang warga yang menguasai lahan,” hingga sampai saat ini masih dikuasai oleh para saudara dan anak-anaknya” jelas Rian.

Ia menegaskan bahwa, pada mulanya tidak ada sengketa, “karena garapan lahan ini adalah dikuasai penuh secara fisik oleh keluarga kami semenjak tahun 1966 lalu,” ungkapnya.

Naum, beberapa pekan lalu, Penyidik dari Polres Bima dan BPN sempat turun ke lokasi lahan, atas laporan dari pihak Ady Wahyudi dugaan penyerobotan lahan, “lantas tanah yang diklaim atau yang diserobot itu mana, kan tidak jelas,” ujar Rian.

Anehnya, lanjut Rian, pihak penyidik dan BPN mempertanyakan kepada kami tentang tanah mana yang diserobot, sementara mereka membawa sertifikatnya,” bahkan saya sempat mempertanyakan kepada BPN tentang proses penerbitan sertifikat, namun mereka tidak tau dengan alasan pejabat baru,” jelasnya.

Rian mengkalim terbitnya sertifikat cacat secara administrasi, menurutnya, ada beberapa poin syarat terbitnya sertifikat.

“Kalau memang itu tanah warisan, lalu yang diwarisi oleh siapa, kalau tanah hibah, siapa yang menghibahkan, pun kalau tanah itu pernah dijual, tunjukan akta jual belinya dan dibeli kepada siapa,” jelas Rian.

Sedangkan mengacu pada Daluwarsa pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyebut bahwa, suatu tanah yang telah diduduki oleh seseorang tanpa adanya sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, dapat memperoleh hak miliknya atas tanah tersebut dikarenakan daluwarsa atau lampaunya waktu.

Artinya, telah mengusahakan, mengusai mengelolah, dan memanfaatkan tanah tersebut dengan baik dalam kurun waktu puluhan tahun.

Dan jika orang tersebut dengan itikad baik telah memanfaatkan tanah tersebut selama lebih dari tiga puluh tahun, maka orang tersebut dapat dinyatakan sebagai pemilik hak atas tanah tanpa harus menunjukkan alat bukti yang sah. (Jr Iphul).

Pos terkait