Bima, JeratNTB.com – Harga bawang merah khususnya di kabupaten Bima mulai naik, namun para petani tetap mengalami kerugian.
Pasalnya biaya produksi semakin tinggi terutama harga saprodi seperti obat-obatan, yang diakibatkan dari penyakit tanaman jenis ulat yang sangat mewabah untuk musim ini.
Harga bawang hingga hari ini di tingkat petani mencapai 2,2 juta perkuintal, dan angka itu sangat menggembirakan untuk para petani.
Seperti yang disampaikan H. Ridwan salah satu petani desa Tangga jum’at (14/6-19) ditemui di sawahnya, “Sebenarnya harga tersebut sangat tinggi untuk kami petani bawang, namun untuk musim ini tanaman kami rata-rata diserang hama ulat sehingga membutuhkan penyemprotan pestisida dengan intensitas tinggi,” paparnya.
Kata H. Ridwan dengan angka itu petani harusnya untung banyak, “Tapi harga obat-obatan yang sangat tinggi membuat harga produksi hari ini tidak berpengaruh, satu kali penyemprotan bisa sampai 2 atau 3 ratus ribu, dan itu tidak dilakukan satu kali dalam seminggu bisa sampai 4 kali penyemprotan,” ujarnya.
Hama ulat yang mewabah saat ini sangat mempengaruhi hasil produksi, biasanya dalam satu petak sawah miliknya biasa menghasilkan bawang hingga 3 ton, panen kali ini hanya memproduksi 1,7 ton saja, “Begitupun yang dialami petani lainnya, bahkan ada yang terpaksa menanam ulang karena tanamannya habis dimakan ulat,” terang Ridwan.
Untungnya harga produksi yang cukup tinggi sehingga tidak sepenuhnya petani gulung tikar, “Alhamdulillah sekalipun produksi kecil, dengan harga saat ini petani seperti kita tidak terlalu merugi dan gulung tikar,” ucapnya.
Para petani saat ini hanya menginginkan ada kebijakan pemerintah daerah untuk mengontrol harga produksi dan biaya saprodi, “Harusnya ada wadah khusus seperti koperasi badan usaha milik daerah untuk membeli hasil pertanian sehingga para tengkulak tidak dapat semaunya memainkan harga, demikian juga dengan harga obat-obatan di pasaran dapat dikontrol dengan baik,” harapnya.
[jr]