Bima, JeratNTB.com – Kisruh perebutan kawasan hutan di so Mada Oi Kambu’u antara warga desa Tolotangga kecamatan Monta dengan warga Parado Wane kecamatan Parado seharusnya tidak boleh terjadi, sebab watasan itu merupakan hutan tutupan negara.
Demikian ditegaskan kepala UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Toffo Pajo Madapangga Rompo Waworada (TPMRW) Syaifullah, S.Hut.,M.Si di kantor camat Monta rabu (26/6-19). “Kejadian ini tidak akan terjadi jika masyarakat sadar bahwa kawasan itu merupakan cagar perlindungan mata air,” tegasnya.
Syaifullah menghimbau kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya konflik apalagi terhadap obyek seperti hutan negara, “Kawasan itu merupakan kawasan perlindungan mata air yang tidak boleh dirusak apalagi harus direbut dan menimbulkan konflik,” ketusnya.
Lanjut Syaifullah, seharusnya kawasan itu ditutup karena menimbulkan konflik, “Namun areal itu masuk pada pemegang konsensi yakni PT Kounesia, tapi bagi kami pihak pemerintah dengan tegas menetapkan lokasi itu sebagai kawasan perlindungan mata air sekaligus hutan produksi yang tidak boleh dikuasai,” tegasnya.
Sementara di tempat yang sama, Supriadin, SH Kasi Perlindungan Hutan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistim dan Pemberdayaan Masyarakat (Linghut KSDAE dan PM) wilayah Bima Dompu menegaskan juga, “Tentunya yang menjadi hak-hak negara harus kita pertahankan, apakah itu wilayah konsesi Koinesia atau tidak, dan yang sebenarnya memang untuk menengahi persoalan ini harus PT Koinesia sebagai pemegang ijin konsesi.” Paparnya.
Kendati demikian, pihaknya sebagai perpanjangan tangan pemerintah harus turun tangan dalam memberikan pencerahan atas status kawasan yang menjadi obyek sengketa saat ini, “Sesuai dengan pengakuan masyarakat, bahwa dalam kawasan itu terdapat sumber mata air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, dan kita memiliki tanggungjawab terkait dengan kondisi areal yang telah diduduki oleh masyarakat, dengan satu ketentuan bahwa bukan berarti hutan yang masih utuh harus digunduli seperti yang terjadi saat ini,” tegas Adi (sapaan).
Sepertinya kawasan yang menjadi obyek sengketa hari ini tidak dapat dijadikan sebagai lahan konservasi, “Sekalipun kawasan ini dapat diterapkan sebagai lokasi kemitraan namun harus dengan skema lain seperti tanaman pokok berupa kemiri bukan digundul lalu ditanami jagung dan sejenisnya,” ujar Adi.
Baik kepala BKPH maupun Kasi Linghut KSDAE dan PM sangat menyesalkan atas sikap bungkamnya pihak PT Koinesia, “Sebagai pemegang ijin dari menteri kehutanan, pihak Koinesia seharusnya berperan aktif, karena jika ada masalah seperti ini mereka harus segera koordinasi dengan KPH lalu kemudian kita koordinasi dengan pemerintah setempat supaya persoalan dilapangan tidak terjadi seperti hari ini, sayangnya pihak Koinesia belum koordinasi malah sebaliknya kami berinisiatif untuk menghubungi mereka namun tidak ada tanggapan,” beber Syaifullah dan Adi bersamaan.
[jr]