Oleh : Eva Ruwaidah Mulyati
Bahasa menunjukkan bangsa. Itulah kata bijak yang sejak lama tertanam dalam benak kita. Bahasa kita adalah Bahasa Indonesia, bahasa yang bukan hanya menjadi kebanggaan dan identitas, tetapi juga alat persatu yang sangat berjasa dalam sejarah Indonesia.
Mendadak saya memang tertarik untuk menulis hal ini setelah memperhatikan Fakta yang menunjukkan kalau kalangan muda lebih banyak mengembangkan bahasa gaul ketimbang memperhatikan bahasa yang baik.
Saya tidak mengatakan bahasa yang baik dan benar karena banyak orang yang cenderung menganggap bahasa demikian sebagai bahasa resmi, padahal tidak demikian. Memang tidak terlalu salah juga bila berkomunikasi dengan bahasa gaul. Hanya saja, ketika bahasa hanya sebatas menyampaikan pesan belaka, kualitas berbahasa yang baik tidak bakal tercapai. Namun bagaimana sekarang ? di era Milenial seperti saat ini masihkah ada kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ?
Ketika kita membaca judul tulisan di atas, maka pertanyaan pertama adalah apa benar bahwa bahasa Indonesia itu kini pudar di generasi Milenial ? Pertanyaan kedua, bila itu benar, apakah yang membuat bahasa Indonesia itu memudar pada generasi Milenial ?
Bila benar, bagaimana sikap kita dan apa yang harus kita lalukan ?
Seiring berjalannya waktu keinginan belajar bahasa Asing justru membuat bahasa Indonesia terpinggirkan. Banyak anak usia sekolah, terutama kaum Milenial yang tinggal di kota besar, yang terlihat gagap berbahasa Indonesia. Banyak diantara mereka yang bahkan lebih fasih berbahasa Asing daripada bahasa sendiri. Mengapa ini bisa terjadi?
Keinginan mempersiapkan anak memasuki Era Globalisasi tentu boleh-boleh saja. Namun jika itu mengorbankan jati diri Bangsa apalah gunannya. Saat ini semakin banyak ditemui orang tua yang tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia saat
berinteraksi dengan anaknya. Bukan menggunakan bahasa daerah, melainkan Inggris, Prancis, Mandarin, Korea dan sebagainya, yang pasti bukan bahasa Indonesia. Mereka berdalih nantinya anak mereka pasti bisa berbahasa Indonesia dengan sendirinya.
Namun yang terjadi tidak seperti yang diperkirakan. Anak-anak justru semakin Asing dengan bahasa lokal. Menjamurnya Sekolah Bilingual memperparah kondisi ini. Beberapa sekolah yang berlabel ‘Sekolah Internasional’ bahkan menggunakan bahasa Asing sebagai Bahasa pengantar kegiatan belajar mengajar. Kehidupan dan interaksi anak muda Milenial pun tak lepas dari ‘kontaminasi bahasa’. Penggunaan istilah-istilah yang entah dari mana asalnya semakin menghilangkan wujud asli bahasa Indonesia. ‘Bahasa gaul’ memang sudah dikenal sejak lama. Istilah bokap nyokap untuk menggantikan bapak ibu. Bro dan sis menggantikan panggilan kakak membuat banyak anak di luar Jakarta makin akrab dengan loe gue sebagai pengganti aku kamu.
Saat ini, bahasa Indonesia banyak tercampur dengan bahasa asing. ‘Kids jaman now’ menggantikan istilah remaja masa kini. ‘Woles’ yang menggantikan santai, konon diambil dari kata slow yang diucapkan terbalik. Serta masih banyak istilah-istilah yang sebelumnya tidak dikenal. Sikap inilah yang membuat bahasa Indonesia tidak bisa berkembang dengan baik menjadi bahasa lingua franca di Asia.
Bahasa bukan hanya sekedar alat komunikasi, bahasa bukan sekedar tutur kata. Bahasa turut menggambarkan Budaya dan jati diri sebuah Bangsa. Itulah mengapa di bahasa Indonesia terdapat perbedaan kala berbicara dengan teman sebaya, orang yang lebih tua, bahkan orang tua, ayah dan ibu kita. Budaya Indonesia memang mengajarkan sopan santun, khususnya kepada orang tua, bahasa daerah juga memiliki sopan santun dan tata krama identitas bangsa Indonesia. Apa jadinya jika tata krama itu perlahan menghilang ? Mungkin nantinya akan makin lazim kita mendengar seorang anak berkata kepada ibunya, ‘woles keles nyokap, gue bentar lagi just wake up’.
Salah satu solusi yang dapat kita lakukan dalam menyelamatkan Bahasa Indonesia saat ini yaitu dengan adanya pihak-pihak lain seperti Media Massa, Sekolah, dan Pemerintah harus pula membantu menyebarkan nilai-nilai positif dari bahasa Indonesia. Jika pihak-pihak tersebut sudah menerapkan dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar maka penyebarluasan atau penularan sikap positif berbahasa yang baik akan lebih mudah diterapkan kepada generasi.*)