Bima, Jeratntb.com – Pasangan suami istri (pasutri) Mj dan Fn viral di media sosial beberapa hari terakhir keduanya yang saat ini dalam tahanan Polres Bima Kota adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran pendidikan kabupaten Bima.
Mj yang juga saudara sepupu ibu korban sebelumnya sebagai guru SD di Sarae Ruma pemekaran Karampi Langgudu juga tanah kelahiran korban. Di sekolah ini juga Mj kemudian diangkat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2010.
Sementara Fn istri Mj sama berprofesi sebagai guru yang kemudian diangkat menjadi kepala Sekolah Dasar di desa Oi U’a tidak jauh dari desa Sarae Ruma. Hubungan kedua keluarga sangat akrab dan saling membantu.
Disamping ada pertalian darah dengan ibu korban, Mj dan Fn juga sahabat baik bapak korban karena sama-sama berprofesi sebagai guru. Berdasarkan hubungan itulah, Bunga dititipkan kepada Mj yang kebetulan telah berstatus sebagai pengawas SD sekaligus sebagai kepala SMP Satap Langgudu, bertepatan Bunga mengikuti ujian akhir SMP 2014.
Dari sinilah prahara tersebut bermula. Kala itu bukan bunga saja yang numpang sementara di rumah Pasutri yang berlokasi di dusun Kurujanga desa Rupe ini. Ada beberapa teman Bunga juga sama-sama dari desa seberang laut ikut tinggal demi mengikuti ujian.
Saat itu sekitar tengah malam, Bunga yang lelap tidur dengan temanya dibangunkan oleh Fn dan diajak tidur sekamar dengan Mj. Sempat ada penolakan namun Fn tetap memaksa dengan kasar menjambak rambut Bunga. Dan itu terjadi beberapa kali hingga Bunga menetap untuk melanjutkan study di salah satu SLTA di Langgudu.
Kejadian itu sempat diceritakan oleh Bunga kepada ibunya saat liburan ke rumah beberapa bulan setelah lulus SMP. “Dia tidak ceritakan kalau dipaksa apalagi dijambak, dia hanya cerita pernah diajak tidur sekamar dengan Mj dan Fn. Saya sempat heran memang, tapi saya berpikir positif saja. Mungkin itu bentuk sayang mereka terhadap anak saya,” ucap ibu Bunga kamis (16/1-20).
“Saya hanya diberitahu satu kali itu saja, sampai kemudian baru kami sekeluarga dikagetkan dengan berita minggu ini,” lanjut ibu Bunga didampingi suami di kediaman menantunya di Woha.
Orang tua Bunga merasa sangat terpukul atas apa yang menimpa putri bungsunya ini, lebih lebih diakibatkan oleh orang yang sangat dipercaya. “Kekecewaan kami sudah tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, kenapa mereka begitu tega menghianati kepercayaan kami. Mereka sudah menjadi orang tua bagi Bunga, bahkan mereka dipanggil Bapak dan Ibu oleh anak kami,” ucapnya dengan nada sendu.
Keberadaan si bungsu Bunga oleh orang tua dan 4 saudaranya selama ini baik-baik saja karena berada pada orang yang tepat dan penyayang. “Saking kami percaya kepada mereka (pelaku-red), dulu saat masih SMA, sempat ada tetangga mereka yang kasitau saya kalau anak saya kerap disiksa oleh Fn, tapi saya anggap itu isu berlebihan dan kalaupun ada tentunya hanya sekedar hukuman yang diberikan oleh seorang ibu pada anaknya,” kisahnya.
Bahkan kami sebagai orang tua kandung setuju ketika Bunga diminta kembali ke rumah mereka di Sadia saat Bunga ngekos di Santi dekat kampus. “Mereka memprovokasi kami agar memaksa Bunga tinggal di rumah mereka, dan itu dituruti oleh Bunga. Meskipun setelah itu pindah lagi ngekos di Mande,” paparnya.
Itulah sekelumit paparan orang tua Bunga. Untuk referensi, Bunga lahir bulan Januari 1999 saat ini telah menjadi mahasiswi kebidanan semester 5, sebagai korban, sejak hari ini Bunga dalam perlindungan DP3AP2KB Provinsi NTB. (Jr)