Kegiatan Tidak Transparan, BPBD dan BMKG Tolak Diliput Media


‎Bima, Jeratntb.com – Kegiatan Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Bencana yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bima berlangsung tertutup.

‎Acara penting yang melibatkan berbagai pihak terkait yang digelar di Kantor Camat Monta, Kamis (28/08/2025) yang dihadiri unsur pemerintahan desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, serta lembaga BPD Desa tersebut tidak transparan sebab sejumlah media dilarang untuk meliput.

‎Hal ini sangat disayangkan, karena kebijakan melarang wartawan ikut meliput justru menimbulkan pertanyaan besar. Apalagi media sebagai pilar ke empat demokrasi memiliki tugas dan kewajiban dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya dalam menyajikan berita sebagai kebutuhan informasi publik.

‎Suherman, Pimpinan Media Skala Indonesian.com mengaku “Diusir” oleh panitia pelaksana saat hendak meliput kegiatan tersebut.

‎”Untungnya panitia yang melarang itu, langsung ditegur oleh pak camat, baru saya bisa masuk (meliput),” ujarnya.

‎Hal yang sama juga dialami Saiful dari media Jeratntb.com yang juga menghadapi kondisi serupa. Dikatakannya, wartawan konvensional tidak diizinkan ikut terlibat, kecuali mereka yang berasal dari unsur pemerintahan desa.

‎”Saat itu saya ingin ikut serta dalam kegiatan tersebut sekaligus ingin melakukan peliputan, namun tidak diperkenankan,” kata Saiful, dengan nada yang menyiratkan kekecewaan terhadap kebijakan yang dianggap menghalangi tugas jurnalistik.

‎Saiful menyesalkan kejadian ini, karena sebenarnya peran wartawan sangat penting dan dapat membantu mempublikasikan kegiatan tersebut agar lebih banyak orang dapat mengetahui dan memahami upaya-upaya penting yang dilakukan untuk menangani bencana.

‎Dengan peran aktif wartawan, informasi yang disosialisasikan dapat menjangkau lebih banyak masyarakat, sehingga kesadaran dan kesiapsiagaan bencana bisa terbentuk secara lebih luas dan efektif.

‎”Sesuai dengan undang-undang pers dan kebebasan pers yang menjamin hak untuk memperoleh serta menyebarkan informasi, seharusnya acara semacam ini terbuka untuk diliput oleh media massa,” sesalnya.

‎Menurut dia, melarang tugas wartawan, yang merupakan bagian penting dari kebebasan pers dan hak untuk mendapatkan informasi yang akurat, dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

‎Ketentuan ini menyatakan bahwa siapa pun yang secara sengaja dan melawan hukum menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda maksimal Rp. 500 juta.

‎Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius karena menghambat arus informasi yang transparan dan dapat merusak demokrasi yang sehat.

‎Oleh karena itu, peraturan hukum menetapkan ancaman pidana sebagai bentuk perlindungan terhadap profesi jurnalis dalam melaksanakan tugas mereka untuk memberitakan fakta secara bebas dan independen.

‎Selain itu, dengan adanya pelarangan tersebut tentunya mengurangi potensi sosialisasi yang bisa didapatkan dari pemberitaan pers.

‎Padahal, Lanjut Saiful kegiatan sejenis ini sangat penting dan perlu disosialisasikan melalui media agar masyarakat luas mendapatkan informasi yang valid dan tepat mengenai langkah-langkah pencegahan dan mitigasi bencana.

‎”Keberadaan media sebagai jembatan informasi dapat memperkuat kesadaran publik dan mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana, sehingga harapannya bisa mengurangi risiko serta dampak negatif dari bencana yang mungkin terjadi,” tandasnya. (Jr Ages).

Pos terkait