Kabupaten Bima, Jeratntb.com – Keputusan Kepala Desa Lewintana Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima atas pemberhentian Ardiansyah, S.Pd sebagai Sekretaris Desa Lewintana dinilai cacat secara hukum oleh ke-Empat (4) tim kuasa hukum Ardiansyah, diantaranya Herman Abbas S.H., Guntur S.H., Apryadin, S
H dan Andi Rohandi, S.H., serta pelaporan kliennya (Ardiansyah) dengan kasus pengancamanpun dianggap sebagai tindakan kriminalisasi.
Kepada tim media ini, Herman Abbas mengatakan, Ardiansyah sebagai tersangka pada kasus pengancaman dan penghinaan yang dilaporkan oleh Hidayat Nurdin Kepala Desa Lewintana tidak sesuai dengan syarat dan prosedural. Selasa, 2 Juni 2020.
Menurutnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti serta membuat keterangan tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangka.
“Penyidikan secara tegas memberikan syarat bahwa penetapan tersangka merupakan tahapan lanjutan yang syaratnya hanya dapat dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup”, jelasnya.
Lanjutnya, dalam proses penetapan tersangka itu bukanlah penetapan secara asal-asalan, karena penetapan tersangka secara asal-asalan akan merugikan orang yang tidak mampu membela diri dengan cara yang benar.
Dikatakannya lagi, pada hakikatnya hukum acara pidana adalah aturan hukum untuk melindungi warga negara dari perlakuan sewenang-wenang oleh aparatur penegak hukum. karena diduga melakukan perbuatan pidana serta mengedepankan asas Praduga tak bersalah (Presumption of innocence).
Sementara, Apryadin saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa berdasarkan fakta dan peristiwa hukum yang dialami oleh kliennya, penyidik reskrim mapolres bima menggunakan pasal 335 ayat 1 KUHP dan pasal 310 ayat 1 KUHP. Dalam perkara ini, dugaan pelaku yang sebenarnya adalah saudara Hidayat Nurdin yang dengan sengaja telah menabrak kliennya menggunakan sepeda motor.
“Klien kami mengalami luka-luka dibagian kaki sehingga harus mendapatkan perawatan, namun setelah dilaporkan oleh klien kami, pihak Polres Bima tidak menerbitkan surat pengantar visum, agar klien kami bisa melakukan visum di rumah sakit terdekat guna membuktikan siapa yang sebenarnya korban dalam perkara ini”, imbuhnya.
Diharapkannya, penyidik harus mengikuti SOP penyelidikan dan peyidikan sesuai ketentuan yang berlaku serta penyidik juga harus memperhatikan Pasal 184 dan Pasal 188 KUHAP. “Demi keadilan, penegak hukum harus mengedepankan asas-asas (Equality Be For The Law) perlakuan yang sama dimata hukum”, tuturnya.
“Kami sebagai tim kuasa hukum meminta kepada pihak penyidik Polres Bima bersikap profesional dalam menjalankan tugas”. Harapnya.
Sampai dengan berita ini dimuat, pihak Polres Bima belum dilakukan klarifikasi. (Jr Syarif)