Bima, jeratntb.com – Kepala SMPN 2 Madapangga, Syafrudin, S.Pd dengan congkaknya mengaku telah mengelola dana BOS dan DAK 2019 sendirian tanpa melibatkan unsur sekolah.
Dengan angkuh juga menantang awak media untuk mempublikasikan karena apa yang dilakukan tersebut merupakan petunjuk dinas.
Keterangan yang berhasil dihimpun dari sejumlah sumber menjelaskan bahwa kepala sekolah memiliki perangai diktator dan merasa benar sendiri, termasuk dalam pengelolaan anggaran sekolah. Seperti yang dikatakan Arifin penjaga sekolah, “Kepsek tidak pernah terbuka mengelola anggaran, yang berkaitan dengan keuangan dia pengang sendiri,” ujarnya di sekolah setempat, Jum’at (11/10).
Selama sekolah ini dipimpin oleh Syafrudin, kata Arifin, berkaitan dengan pengelolaan anggaran selalu tertutup. Seperti halnya Dana BOS, Kepsek mengelola sendiri demikian juga kegiatan rehab sekolah melalui anggaran DAK tidak pernah ada koordinasi sama sekali. “Dana BOS dipegang sendiri dan tidak ada sosialisasi bagaimana proses penggunaanya, begitu pula anggaran DAK,” jelas dia.
Cerita dia, masa kepemimpinan kepala sekolah sebelumnya insensif yang diterima sebagai tenaga Honor Daerah (Honda) melalui dana BOS sebesar Rp. 700 ribu. Setelah sekolah di bawah kendali Kepsek sekarang, saya hanya terima dana BOS Rp. 200 hingga 300 ribu per triwulannya. “Kepsek betul betul tidak punya hati. Mestinya pertimbangkan kinerja kita sebagai acuan pembagian insensif, jangan semaunya,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Mansyur, S. Pd Guru setempat, “Kami tidak pernah tahu masalah anggaran bahkan tidak dilibatkan dalam kegiatan pembangunan sekolah,” kesalnya.
Sebagai unsur yang ada di sekolah, kita sangat kecewa dengan sikap Kepsek yang tidak terbuka. Mestinya lanjut dia, Kepsek harus berkoordinasi dengan baik demi kemajuan sekolah. “Khusus kegiatan rehab sekolah yang menggunakan anggaran DAK Tahun 2019. Kepsek bekerja sendiri, padahal kegiatan swakelola seperti ini harus melibatkan unsur lain seperti Komite dan lainnya. Namun realitanya, rapat saja tidak pernah dilaksanakan,” keluhnya.
Menanggapi ini Syafrudin, S. Pd, tidak berusaha memberikan bantahan malah dengan lantang menagatakan semua yang dilakukan telah sesuai anjuran dinas Dikbudpora bahwa Kepsek harus lebih dekat dalam penggunaan anggaran. “Saya memang benar kelola sendiri anggaran. Tapi bukan serta merta memakan uang,” elak dia.
“Termasuk rehab sekolah dengan anggaran DAK saya memang kelola sendiri, kalaupun dimuat silahkan saja apa masalahnya,” tantangnya.
Untuk insentif penjaga memang wajar diberikan sebesar itu, “Tidak sama dulu dengan sekarang, saat itu banyak siswa sehingga porsi BOS juga besar, sekarang jumlah siswa kami sudah berkurang, lagi pula pembagian dana BOS sebelemnya tidak mengikuti juknis BOS,” paparnya.
(Jr-02)