Suharlin, S.Sos
Pimpinan redaksi Jerat NTB
Selera kita tentang pemimpin beda-beda, termasuk saya. Saya hanya mengukur kemampuan pemimpin di negeri tengah hutan ini, dengan melihat kondisi hutan kita saat ini.
Awalnya, sekalipun mendukung H Dahlan pada pilkada lalu. Tetap memilih paket Dilan dengan harapan sangat besar untuk negeri ini. Bahkan saya sempat nobatkan Bupati sebagai Kartini Bima.
Tapi, akhirnya…
Saya SANGAT tidak suka dipimpin Hj Indah Damayanti Putri, SE (Umi Dinda) sebagai Bupati, karena saya anggap tidak memiliki skill mengelola konflik sosial yang menyelimuti persoalan hutan.
Tidak ada upaya serius, atau menganggap serius untuk menyikapi ‘tragedi’ yang dialami hutan kita dewasa ini.
Berlindung di balik pengalihan tanggungjawab pemprov sebenarnya senjata tangkisan yang justru membunuh rakyat sendiri, karena siapa berani katakan kalau Daerah tingkat II tidak punya kuasa untuk mengatur wilayah hutannya.
Hutan tanggungjawab provinsi telah menjadi kata sakti untuk berdalih, menumpulkan tajamnya kritik bahkan membutakan mata pemerintah daerah demi melihat kondisi hutan saban hari terus digerus.
Formasi penegakan dan tindakan hukum atas pelaku perusak hutan tidak lagi memiliki payung yang jelas dan semakin liar, karena hampir tidak lagi terdengar dan terlihat kegarangan pemerintah seperti di era Adi Harianto sampai mendiang Ferry Zulkarnain menjadi Bupati.
Hari ini hutan kita sudah hancur, nasib anak cucu telah kita penggal. Masa depan Bima sudah tidak cerah lagi.
Lantas apa alasan saya untuk inginkan pemimpin seperti ini.?
Sayangnya, banyak referensi dan data yang saya peroleh menegaskan peluang Hj Indah Damayanti Putri atau Umi Dinda atau Kartini Bima untuk kembali memimpin kabupaten Bima sulit dielakkan.
Bahkan peluang itu semakin terang ketika Dinda-Dahlan kembali berpasangan.*)