Oleh: Ade Imam Zikrullah
PILKADA” ibaratkan “KIAMAT KECIL” serupa dengan hadirnya gempa bumi, banjir dan kelangkahan pupuk. Demikian hemat saya menganologikan “PILKADA”.
Sungguh begitu menakutkan jika “PILKADA” Tiba ditengah kegembira’an “RAKYAT” yang hidup dengan air mata tapi tidak berharap menerima belas kasihan dari mereka yang hadir tiba massa tiba akal. “PILKADA” tidak berwajah, dia tak bernyawa, apalagi bisa bicara untuk melakukan provokasi adu mengadu. Tapi siapa sangka. “PILKADA” secara langsung bisa menjadi tragedi yang begitu menyeramkan bagi kami masyarakat di bawah. (MULTI).
Menjelang “PILKADA” Kab bima. Bukan saja para politisi, akan tetapi mereka akademisi hingga rakyat di bawah pun ikut andil melibatkan diri untuk melebur dan melibatkan diri bicara soal “PILKADA”. Bemper masing-masing paslon mulai dibentuk, pertarungan ide dan gagasan dipertontonkan. Hingga pertikaian moral menjadi bahan sajian publik. Mereka saling membunuh dan menyerang satu sama lain demi mempertahankan figur yang masing-masing mereka hidupkan. Sedangkan di singgsana para “DAJAL-DAJAL” itu tertawa. Mereka tak mau tau ketika semuanya terbunuh satu persatu. “MATILAH”, hanya itu suara nadi mereka bersembunyi dibalik wajahnya yang menyerupai malaikat.
“PILKADA” tiba, artinya bersiaplah kalian, dulu yang pernah tertawa bersama bisa bersebrangan, dulu yang pernah sepiring bersama bisa berjauhan. Hingga “UKWAH” diputuskan. Ironi!.
Lagi. Para dajal-dajal itu ialah aktornya, mereka tidak mau mengetahui apa yang terjadi, apalagi peduli dan mau tau dengan apa yang telah terjadi. Sekalipun kalian saling membunuh!. Dan sungguh!.
Mereka tidak mau tau. Sebab yang ada dalam pikiran mereka bukan kalian, bukan kesejahtera’an. Pun bukan kemaslahatan. Apalagi untuk bicara soal nafas “RAKYAT” yang melayang-layang. Sama sekali tidak. Karena yang mereka bicarakan, adalah bagaimana memperebutkan ” KEKUASA’AN”. Menghidupkan kolega dan kepentingan nilai receh untuk perut.*)
